Memandang Realitas

Laila Yurin
3 min readJul 30, 2021

--

Menurut Al Ghazali, kehidupan manusia di dunia hanya akan fokus pada tiga hal, yaitu apa yang diyakini atau aqidah, apa yang harus dikerjakan, dan apa yang harus ditinggalkan. Sedangkan pokok bahasan worldview of islam masuk ke salah satu cabang bahasan dari apa yang harus diyakini. Jika ditanya, apakah worldview of Islam ini apakah ilmu yang baru, atau pemikiran yang baru, jawabannya adalah tidak. Worldview of Islam ada untuk menangkis pemikiran barat yang tentu sangat bersebrangan dengan nilai islam yang saat ini menjangkiti umat Muslim.

Bagaimana worldview of Islam bisa menjadi cabang bahasan dari aqidah? Worldview atau cara pandang seseorang dipengaruhi oleh apa yang ia yakini. Sebagai contoh, jadikanlah satu objek untuk dijadikan percobaan, wanita berhijab. Setiap manusia pasti punya pandangan yang berbeda-beda ketika melihat seorang wanita berhijab. Bagi seorang Muslim yang taat beragama, akan memandang seorang wanita tersebut adalah seseorang yang shalihah dan taat beragama. Akan berbeda pandangan ketika wanita tersebut tinggal di Amerika. Ada satu cerita, seorang muslimah yang berkebangsaan asli Amerika, ditegur oleh salah satu security, “back to your country”. Boleh jadi mayoritas orang-orang di Amerika memandang hijab adalah sesuatu perbuatan makar atau sebuah ajaran yang akan membahayakan keberlangsungan kehidupan di sana. Orang-orang feminis, mungkin akan memandang hijab sebagai hal yang lain lagi. Banyak narasi mereka gaungkan melalui media sosial tentang hijab ini adalah sebuah pengekangan bagi seorang wanita. Bagi orang feminis, wanita yang berhijab bukan orang yang merdeka atas pilihannya sendiri dan terkekang oleh aturan hijab yang ada.

Worldview memiliki makna keyakinan dasar tentang realitas (iman) yang melandasi perilaku manusia (amal) yang membentuk kehidupan sosial dan budaya (peradaban). Sehingga dalam Islam, seorang Muslim melihat realitas tidak hanya terbatas pada wujud yang dapat diindera saja, namun melihat realitas tersebut sampai jangka panjang, yaitu sampai ke kehidupan akhirat.

Adalah manusiawi, jika seorang manusia menanyakan hal-hal dasar tentang kehidupan seperti apakah Tuhan itu ada, bagaimana hidup seharusnya, bagaimana standar baik dan buruk, konsep kebahagiaan, sampai apa yang akan terjadi setelah kematian. Menurut Thomas F Wall, elemen pembentuk worldview adalah kepercayan kepada Tuhan, konsep ilmu, konsep realitas, konsep diri, konsep etika, dan masyarakat. Dari teori Thomas F Wall, ketika seorang manusia sudah percaya kepada Tuhan, ia akan mampu mendefinisikan konsep ilmu, ketika sudah memahami konsep ilmu, ia akan mampu menerjemahkan konsep realitas dan seterusnya. Maka kepercayaan kepada Tuhan merupakan hal mendasar atas konsep-konsep lainnya. Seperti apa yang terjadi saat ini, setiap manusia memiliki makna tentang Tuhannya masing-masing, sehingga konsep tentang ilmu, diri, etika, sampai bermasyarakat berbeda-beda antara satu dengan yang lain.

Tentang realitas yang sudah dibahas sebelumnya, Al Ghazali membagi realitas menjadi lima,

· Realitas indrawi : realitas yang bisa diindera dengan indera yang kita miliki (terlihat wujud dan fisiknya

· Realitas hissi : realitas yang ada dalam imajinasi kita saja, contohnya adalah mimpi, ilusi, dan halusinasi. Mimpi, sebenarnya tidak ada wujud dan fisik aslinya, tapi gambaran tentang mimpi itu ada dalam pikiran kita.

· Realitas khayali : realitas yang hadir dalam pikiran saat tidak terlihat. Contohnya adalah ketika membayangkan seseorang saat tidak bersama, fisik seseorang tersebut tidak ada, tapi ada dalam pikiran kita.

· Realitas ‘aqli : konsep abstrak yang terbentuk dalam pikiran kita. Contohnya adalah konsep jujur, adil, miskin, kaya. Secara fisik jujur tidak dapat diindera, tapi kita semua memiliki bayangan dari konsep jujur tersebut.

· Realitas ilahi : realitas ketuhanan yang hanya bisa dilihat oleh nabi, rasul dan wali.

Adanya worldview of Islam sudah sempurna sejak awal, tidak akan berubah oleh perubahan sosial budaya, dan tidak dibentuk oleh sejarah, karena bersumber dari Al Qur’an. Semua aspek kehidupan sudah selesai ditulis dalam Al Qur’an. Al Qur’an ini bersifat dynamic stabilism, dinamis tapi stabil, yang mana tafsirnya dapat berkembang menyesuaikan kebutuhan di setiap jamannya. Contohnya adalah bagaimana islam memandang proses bayi tabung. Sama halnya ketika Al Qur’an memandang arus pemikiran barat, sehingga berkembanglah worldview of Islam ini. Al Qur’an adalah sebagaimana akar pada tanaman, bisa jadi ranting yang tumbuh akan tumbuh ke kanan atau ke kiri, tapi akar akan tetap berada pada tempatnya.

wallahu a’lam bish shawwab

--

--

No responses yet